www.salafy-indon-kw13.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 03 Oktober 2011

Membongkar Kebathilan Salafy Indon KW13 Tentang Bai'at

Dalam sebuah website resmi Salafy Indon KW13 seorang Syaikh Su’ud bin Mulawwih bin Sulthan Al Anizi menjelaskan panjang lebar mengenai Bai'at yang diberi judul dalam websitenya "Bai'at : Antara Yang Syar'i Dan Yang Bid'ah"

Dalam penjelasan beliau sebenarnya sudah sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Sunnah Khulafa'ur Rasyidin namun pemahaman beliau sangat jauh dari Al-Qur'an dan Al-Hadits itu sendiri, mari kita simak penjelasan beliau:

PENGERTIAN BAI’AT
Ibnu Khaldun mengatakan dalam kitabnya, Al Muqadimah,"Bai’at ialah janji untuk taat." Seakan-akan orang yang berbai’at itu berjanji kepada pemimpinnya (imam, amir) untuk menyerahkan kepadanya segala kebijaksanaan tentang urusan dirinya dan urusan kaum muslimin, sedikitpun tanpa menentangnya; serta taat kepada perintah pimpinan (imam, amir) yang dibebankan kepadanya, suka maupun tidak.

Masalah bai’at ini sudah dikenal sejak sebelum Islam. Dahulu, anggota-anggota setiap kabilah memberikan bai’atnya kepada pimpinan kabilah mereka, dan mereka mengikuti perintah dan larangan pimpinan.

Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah Azza wa Jalla berbai’at kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk senantiasa mendengar dan taat, dalam keadaan suka maupun tidak. Juga berbai'at untuk melindungi beliau. Kisah ini sangat terkenal dan tercatat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan sejarah perjalanan hidup Nabi umat ini.

Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, bai’at untuk senantiasa mendengar dan taat diberikan kepada Khalifah kaum muslimin berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikianlah semua Khalifah, satu demi satu dibai’at oleh ahlul halli wal aqdi, sebagai wakil dari umat.

Islam benar-benar telah menjaga masalah bai’at ini dengan pagar kokoh yang dapat membentengi pembatalan atau main-main dengan persoalan bai’at. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengharamkan perbuatan membatalkan bai’at. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَزَعَ يَدَهُ مِنْ طَاعَةٍ لَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُجَّةٌ 

"Barangsiapa yang mencabut tangannya dari mentaati imam (tidak mau taat kepada imam-pent), maka dia tidak memiliki hujjah pada hari kiamat" [Hadits shahih, dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Abi ‘Ashim].

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

"Barangsiapa yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada ikatan bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah". 

Karena keinginan untuk mempersatukan umat dan menyatukan hati, maka Islam mengharamkan berbai’at (wajib hukumnya berbai'at -pent), kecuali kepada satu orang saja; yaitu penguasa, baik berkuasa karena dipilih oleh ahlul halli wal aqdi, atau karena menerima mandat dari penguasa sebelumnya, ataupun karena kudeta. Jika sudah berbai’at kepada satu penguasa, kemudian ada yang membangkang terhadap penguasa itu, maka Islam mewajibkan membela penguasa itu dan memerangi orang yang membangkang, siapapun adanya.

KETERANGAN
Lihat cetakan tebal dan berwana kuning, demikian itu murni dari ro'yu (pendapat sendiri) yang seenaknya saja mengartikan pemimpin (imam, amir) bagi kaum muslimin adalah penguasa dalam artian "Penguasa adalah Pemerintah Masing-Masing Negara" pemahaman ini suatu pemahaman kebathilan dan tidak sejalan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Persyaratan Imam yang di bai’at haruslah mempunyai wilayah kekuasaan sehingga bisa menegakkan hokum syariat Islam, seperti hukum hudud dan lain-lain, ini adalah persyaratan yang diada-adakan dan bertentangan dengan kenyataan sejarah;
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara rahasia telah diba’at oleh orang-orang Anshar di Aqabah tepatnya di kawasan dekat dengan Jumrah Ula peristiwa ini terjadi dua kali, yang pertama pada musim Haji tahun ke-12 dari ke-Nabian, yang kedua pada musim Haji tahun ke-13 dari ke-Nabian, saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mempunyai wilayah kekuasaan.  
Oleh karenanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ 

"Barangsiapa berbai’at kepada seorang imam, ia memberikan telapak tangannya dan buah hatinya, maka hendaklan ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, jika kemudian ada orang lain yang menentangnya, maka penggallah leher orang itu". [HR Imam Muslim].

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا 

"Jika ada dua khalifah dibai’at, maka bunuhlah yang dibai’at terakhir". [HR Muslim].

Pemahaman tentang bai’at ini menjadi begitu rancu bagi kelompok-kelompok orang tersebut, yaitu bai’at yang (seharusnya, pent.) diberikan kepada penguasa yang berhak untuk ditaati dalam semua urusan, selama tidak memerintahkan kepada perbuatan maksiat, meskipun penguasa zhalim. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ 

"Mendengar dan taat (kepada imam) dalam masalah yang disenangi atau tidak, merupakan kewajiban seorang muslim, selama tidak disuruh melakukan perbuatan maksiat. Jika diperintah untuk berbuat maksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat". [Mutafaqun ‘alaih].
 
KETERANGAN
Lihat cetakan berwarna kuning diatas, entah pendapat diatas dari Syaikh Su’ud bin Mulawwih bin Sulthan Al Anizi ataukah bualan sang penulis website semata? Semoga Allah memaafkan beliau.

Para tokoh jama’ah ini menempatkan hadits-hadits tentang bai’at terhadap penguasa kaum muslimin atas jama’ah mereka. Padahal yang benar, bai’at-bai’at bid’ah ini tidak membuktikan kebenaran keinginan mereka, dan hadits-hadits tersebut tidak layak dijadikan sebagai dalil yang membolehkan bagi disyari’atkannya bai’at-bai’at bid’ah ini. Karena itu, wajib bagi orang-orang ini untuk melihat kembali tentang fiqhus sam’i wat tha’ah [1] dan fiqhus siyasah asy syar’iyah [2] secara menyeluruh, sesuai ketentuan-ketentuan Kitab dan Sunnah bukan dengan dugaan akal. Seperti anggapan, maslahat dakwah menuntut adanya bai’at atau anggapan lainnya yang menggiring mereka kepada perbuatan membesar-besarkan urusan kepemimpinan yang kecil. Sampai mereka membawakan dasar-dasar dan pemikiran-pemikiran, yang karenanya mereka menyelisihi para ahlul ilmi (ulama) yang berpegang teguh pada sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya.

Bai’at-bai’at yang dilakukan oleh pengikut kelompok-kelompok ini telah memecah-belah kaum muslimin dan menjadikan mereka terkotak-kotak. 
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

"Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka". [Ar Rum:32].

KETERANGAN
Pendapat diatas boleh dikatakan 100% benar adanya bahwa mereka saling berbangga-bangga atas golongan mereka, namun alangkah celakanya mereka yang berniat menyatukan umat justru hanya memecah belah umat dengan firqoh-firqoh mereka dengan mengatakan jama'ah adalah firqoh dan yang firqoh adalah jama'ah

Dari An-Nu’man bin Basyir dia berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;…"Dan jama'ah itu (mendatangkan) rahmat sedangkan firqah itu (mendatangkan) adzab." HR Ahmad : 17721 (Syaikh Albani berkata; Hadits ini shahih : As-Silsilah As-Shahihah : 667)
Dari Abi Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan memisahi jama'ah kemudian mati maka matinya dalam keadaan jahiliyah" HR. Muslim : 3437
Dari Ibni Umar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku atau umat Muhammad atas kesesatan dan tangan Allah bersama jamaah dan barangsiapa yang memisahi (keluar dari jamaah) maka memisahinya itu ke neraka" HR. At-Tirmidzi : 2093 (Abu Isa berkata: Hadits gharib, Syaikh Albani berkata: Hadits Shahih selain lafadz "wa man Syadza" : Shahih dan Dhoifnya Sunan At-Tirmidzi : 5/167)
Akibat Berbangga-Bangga Kepada Golongannya Sehingga Timbulnya Perselisihan Yang Liar Dan Terbiasanya Su'ul Adab Dalam Ikhtilaf Seperti; Munuduh Sesat Bahkan Saling Mengkafirkan

Suasana ukhuwah islamiyah tidak akan tercipta dengan tanpa adanya suatu jamaah sebaliknya yang ada adalah situasi liar saling hujat, saling klaim merasa dirinya atau manhajnya yang paling benar, contoh nyata adalah yang terjadi pada golongan "Salafy Indon Kw13" keberadaan mereka di Indonesia dan sekitarnya belum begitu lama sekitar tahun 1980-an dipelopori oleh Ust. Ja'far Umar Thalib, jumlah mereka pun belum begitu banyak, akan tetapi suasana di kalangan mereka senantiasa panas; saat ini dengan mudah dapat kita jumpai di toko-toko buku, kitab-kitab yang isinya tulisan saling hujat antar Salafy Indon KW13, bahkan Ust. Ja'far Umar sendiri sebagai pentolan mereka tidak selamat dari hujatan oleh bekas-bekas murid atau pengikutnya tersebut.

Dengan alasan jarh wat ta'dil mereka menghalalkan ghibah (membeicarakan kekurangan) terhadap ulama yang mereka anggap tidak "bermanhaj salaf" bahkan orang-orang yang dulunya telah berjamaah kemudian terpengaruh dengan propaganda "Salafy Indon KW13" nampak sekali perubahan akhlaqnya, yang asalnya santun menjadi liar, bahkan dengan bangganya mereka mencaci maki ulama yang telah berjasa memperkenalkan kepada mereka Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka hina dengan sebutan; si Dajjal Al-Kadzab dan sebutan-sebutan lain yang buruk, seperti itukah ajaran ulama Salafus shalih ?, padahal Allah dan Rasul mengajarkan sikap ta'dim kepada ulama siapapun mereka apalagi yang telah berjasa kepada kita memperkenalkan ayat-ayat Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mereka tidak mengindahkan adabul ikhtilaf atau mungkin belum pernah belajar mengenainya ?

Perhatikan firman Allah
ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah [1] maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." [Qs. Al-Hajj : 32]


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
Dari Abi Musa al-Asy'ari dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya termasuk di dalam mengagungkan Allah adalah memuliakan orang Islam yang beruban (tua), pembawa Al-Qur'an (ulama) yang tidak melampaui dan tidak menjauhi Al-Qur'an dan memuliakan penguasa (imam) yang adil" HR. Abu Dawud : 4203 (Tahqiq Al-Albani : Hasan Shahih Al-Jami' : 2195)


Nasihat dari Al-Imam Abu Al-Qasim Ibnu Asakir;
Sesungguhnya daging para Ulama itu beracun, dan adat (kebiasaan) Allah di dalam membuka tirai orang yang melecehkan mereka sudah diketahui, orang yang lancang lidahnya kepada Ulama Allah akan menimpakan bala' kepadanya berupa kematian hati sebelum kematian jasad. An-Nawawi : Majmu' Syarah Al-Muhadzab 1:24

Seharusnya jika benar-benar ingin mengikuti jejak / manhaj para Salafus Shalih terlebih dahulu mereka belajar akhlaqul kharimah sebab salah satu pokok ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah budi pekerti yang agung.

Firman Allah ta'ala:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." Qs. Al-Qalam : 4


Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Dari Abi Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik" HR. Ahmad : 8595 (Syaikh Al-Albani : Shahih)

KESIMPULAN 
  • Islam wajib berjama'ah (bersatu) agar tidak berpecah belah
  • Allah dan RasulNya mewajibkan bai'at pada satu pemimpin (imam, amir)
  • Pemimpin (imam, amir) bukanlah penguasa atau pemerintah yang memiliki kekuasaan
  • Jama'ah adalah rahmat dan firqoh adalah adzab Allah
  • Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus dimuka bumi ini tak lain hanyalah menyempurnakan akhlaq yang baik
  • Tetapilah Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Sunnah Khulafa'ur Rasyidin
  • Hindari menyerang golongan lain dengan su'ul adab

0 komentar

Posting Komentar