www.salafy-indon-kw13.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 21 Maret 2012

Salafy Indon KW13 Berusaha Memelintir Makna Al-Jama'ah


MAKNA AL-JAMA’AH DAN WAJIBNYA BERJAMA’AH

MAKNA AL-JAMA’AH
Berikut kami bahas mengenai makna Al-Jam’ah dari berbagai sumber yang sangat terpercaya, mohon disimak.
Secara bahasa, makna Al-Jama’ah adalah:

الجماعة هي الاجتماع ، وضدها الفرقة ، وإن كان لفظ الجماعة قد صار اسما لنفس القوم المجتمعين

“Al-Jama’ah artinya perkumpulan, lawan dari firqah (perpecahan). Walau terkadang Al-Jama’ah juga artinya sebuah kaum dimana orang-orang berkumpul” [1]

Namun dalam terminologi syar’i, para Ulama menjabarkan banyak definisi sesuai dengan banyaknya hadits yang memuat istilah tersebut.

Sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu’anhu, menafsirkan istilah Al-Jama’ah:

الجماعة ما وافق الحق وإن كنت وحدك

“Al-Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan kebenaran (menetapi al-Qur’an dan al-Hadits) walaupun engkau sendiri”. 


Dalam riwayat lain:

وَيحك أَن جُمْهُور النَّاس فارقوا الْجَمَاعَة وَأَن الْجَمَاعَة مَا وَافق طَاعَة الله تَعَالَى

“Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan manusia telah keluar dari Al-Jama’ah. Dan Al-Jama’ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala” [2]

Oleh Karena itu bagi orang iman yang telah keluar dari Jama’ah maka ruju’ ilal haq atau kembali pada Jama’ah agar ketika mati tidak dihukumi mati jahiliyah

Ibnu Hajar Al Asqalani (wafat 852H) menukil penjelasan Imam Ath Thabari (wafat 310H) menjabarkan makna-makna dari Al-Jama’ah:

قَالَ الطَّبَرِيُّ اخْتُلِفَ فِي هَذَا الْأَمْرِ وَفِي الْجَمَاعَةِ فَقَالَ قَوْمٌ هُوَ لِلْوُجُوبِ وَالْجَمَاعَةُ السَّوَادُ الْأَعْظَمُ ثُمَّ سَاقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَصَّى مَنْ سَأَلَهُ لَمَّا قُتِلَ عُثْمَانُ عَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ لِيَجْمَعَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ عَلَى ضَلَالَةٍ وَقَالَ قَوْمٌ الْمُرَادُ بِالْجَمَاعَةِ الصَّحَابَةُ دُونَ مَنْ بَعْدَهُمْ وَقَالَ قَوْمٌ الْمُرَادُ بِهِمْ أَهْلُ الْعِلْمِ لِأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُمْ حُجَّةً عَلَى الْخَلْقِ وَالنَّاسُ تَبَعٌ لَهُمْ فِي أَمْرِ الدِّينِ قَالَ الطَّبَرِيُّ وَالصَّوَابُ أَنَّ الْمُرَادَ مِنَ الْخَبَرِ لُزُومُ الْجَمَاعَةِ الَّذِينَ فِي طَاعَةِ مَنِ اجْتَمَعُوا عَلَى تَأْمِيرِهِ فَمَنْ نَكَثَ بَيْعَتَهُ خَرَجَ عَنِ الْجَمَاعَةِ

Ath Thabari berkata, permasalahan ini (wajibnya berpegang pada Jama’ah) dan makna Al-Jama’ah, diperselisihkan oleh para Ulama. Sebagian Ulama berpendapat hukumnya wajib. Dan makna Al-Jama’ah adalah: As Sawadul A’zham.

Kemudian Ath Thabari berdalil dengan riwayat Muhammad bin Sirin dari Abu Mas’ud bahwa beliau berwasiat kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman bin ‘Affan terbunuh, Abu Mas’ud menjawab:

“Hendaknya engkau berpegang pada Jama’ah karena Allah tidak akan membiarkan umat Muhammad bersatu dalam kesesatan (firqah)“.

Sebagian Ulama berpendapat maknanya adalah para sahabat, tidak termasuk orang setelah mereka.
sebagian Ulama berpendapat maknanya adalah para Ulama.
Karena Allah telah menjadikan mereka hujjah bagi para hamba. Para hamba meneladani mereka dalam perkara agama.

Ath Thabari lalu berkata:, yang benar, makna Al-Jama’ah dalam hadits-hadits perintah berpegang pada Al-Jama’ah adalah orang-orang yang berada dalam ketaatan, mereka berkumpul dalam kepemimpinan (Imam yang di bai’at).
Barangsiapa yang mengingkari baiat terhadap pemimpinnya (Imam), maka ia telah keluar dari Al-Jama’ah” [3]

Imam Asy Syathibi (wafat 790H) juga merinci makna-makna dari Al-Jama’ah:


اختلف الناس في معنى الجماعة المرادة في هذه الأحاديث على خمسة أقوال :
أحدها : أنها السواد الأعظم من أهل الإسلامفعلى هذا القول يدخل في الجماعة مجتهدو الأمة وعلماؤها ، وأهل الشريعة العاملون بها ، ومن سواهم داخل في حكمهم ؛ لأنهم تابعون لهم مقتدون بهم .
الثاني : أنها جماعة أئمة العلماء المجتهدين ، فعلى هذا القول لا مدخل لمن ليس بعالم مجتهد ؛ لأنه داخل في أهل التقليد فمن عمل منهم بما يخالفهم فهو صاحب الميتة الجاهلية ، ولا يدخل أيضا أحد من المبتدعين .
الثالث : أن الجماعة هي الصحابة على الخصوص . فعلى هذا القول فلفظ (الجماعة) مطابق للرواية الأخرى في قوله صلى الله عليه وسلم : “ما أنا عليه وأصحابي” .
الرابع : أن الجماعة هي أهل الإسلام إذا أجمعوا على أمر ، فواجب على غيرهم من أهل الملل اتباعهم ثم تعقب الشاطبي هذا القول بقوله : ” وهذا القول يرجع إلى الثاني ، وهو يقتضي أيضا ما يقتضيه ، أو يرجع إلى القول الأول ، وهو الأظهر ، وفيه من المعنى ما في الأول من أنه لا بد من كون المجتهدين منهم ، وعند ذلك لا يكون مع اجتماعهم بدعة أصلا فهم إذن الفرقة الناجية ” .
الخامس : ما اختاره الطبري الإمام من أن الجماعة جماعة المسلمين إذا اجتمعوا على أمير ، فأمر عليه الصلاة والسلام بلزومه ونهى عن فراق الأمة فيما اجتمعوا عليه من تقديمه عليهم .


 “Para Ulama berbeda pendapat mengenai makna Al-Jama’ah yang ada dalam hadits-hadits dalam lima pendapat:

As sawadul a’zham dari umat Islam. Termasuk dalam makna ini para imam mujtahid, para Ulama, serta ahli syariah yang mengamalkan ilmunya. Adapun selain mereka juga dimasukkan dalam makna ini karena diasumsikan hanya mengikuti orang-orang tadi”

Para imam mujtahid. Dalam makna ini, tidak termasuk orang-orang yang bukan imam mujtahid karena mereka hakikatnya adalah ahli taqlid.
Maka barangsiapa yang beramal dengan keluar dari pendapat para imam mujtahid, lalu mati, maka matinya sebagai bangkai jahiliyah.

Dalam makna ini tidak termasuk juga seorang pun dari ahlul bid’ah (artinya, adanya pendapat yang beda dari ahli bid’ah tidaklah mempengaruhi keabsahan ijma’/ijtihad ini).

Para sahabat Nabi saja. Makna ini sesuai dengan riwayat dari Nabi yang menafsirkan makna Al-Jama’ah, yaitu:

ما أنا عليه وأصحابي


“Siapa saja yang berpegang padaku dan para sahabatku”

Umat Islam jika bersepakat dalam sebuah perkara (ijma’/ijtihad).
Maka wajib bagi orang-orang yang menyimpang untuk mengikuti mereka. Asy Syathibi lalu memberi catatan:

“Makna ini sebenarnya kembali pada makna kedua (para imam mujtahid), dan berkonsekuensi sama seperti konsekuensi dari makna kedua. Atau kembali pada makna pertama, dan inilah yang lebih nampak. Dan secara makna pun, sama seperti makna pertama. Karena sudah pasti butuh peran para imam mujtahid di antara mereka barulah bisa terwujud umat  tidak akan bersatu dalam kesesatan (firqah), bahkan merekalah golongan yang selamat”

Pendapat yang dipilih Imam Ath Thabari, yaitu bahwa Al-Jama’ah adalah Jama’ah kaum muslimin yang berkumpul di bawah kepemimpinan (Imam yang dibai’at). Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan ummat untuk berpegang pada Jama’ah dan melarang memecah belah (firqah) apa yang telah dipersatukan oleh umat sebelumnya.

Imam Asy Syathibi kemudian menyimpulkan:


قال الشاطبي : ” وحاصله أن الجماعة راجعة إلى الاجتماع على الإمام الموافق لكتاب الله والسنة ، وذلك ظاهر في أن الاجتماع على غير سنة خارج عن الجماعة المذكورة في الأحاديث المذكورة ؛


“Kesimpulannya, Al-Jama’ah adalah bersatunya umat pada imam yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah. Dan jelas bahwa persatuan yang tidak sesuai sunnah tidak disebut Al-Jama’ah yang disebut dalam hadits-hadits” [4]

Al Munawi (wafat 1031H) menukil perkataan Syihabuddin Abu Syaamah (wafat 665H) dan Al Baihaqi (wafat 458H) mengenai makna Al-Jama’ah:


قال أبو شامة: حيث جاء الأمر بلزوم الجماعة فالمراد به لزوم الحق وإتباعه وإن كان المتمسك به قليلا والمخالف كثيرا أي الحق هو ما كان عليه الصحابة الأول من الصحب ولا نظر لكثرة أهل الباطل بعدهم قال البيهقي: إذا فسدت الجماعة فعليك بما كانوا عليه من قبل وإن كنت وحدك فإنك أنت الجماعة حينئذ


Abu Syamah berkata, ketika dalam hadits terdapat perintah berpegang pada Jama’ah, yang dimaksud dengan berpegang pada Jama’ah adalah berpegang pada kebenaran dan menjadi pengikut kebenaran walaupun ketika itu hanya sedikit jumlahnya dan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran banyak jumlahnya. Maksud Abu Syaamah adalah bahwa kebenaran itu adalah mengikuti pemahaman para sahabat Nabi, bukan melihat banyak jumlah, ini pada orang-orang yang datang setelah mereka.

Al Baihaqi berkata, ketika Jama’ah telah bobrok maka hendaknya engkau berpegang pada pemahaman orang terdahulu (para Salaf) walaupun engkau sendirian (setelah sudah berusaha mencari Jama’ah lalu tidak bertemu dengan Jama’ah), maka ketika itu engkaulah Jama’ah” [5]

Jika kita telah memahami penjelasan para Ulama mengenai makna Al-Jama’ah, walaupun definisi mereka berbeda, namun pokok maknanya sama. Bahwa yang dimaksud dengan Al-Jama’ah adalah umat Islam yang berkumpul bersama Imam Mujtahid dan para Ulama mereka yang senantiasa meneladani ajaran Nabi shallallahu’alaihi was allam dengan pemahaman para sahabat Nabi dan mereka berbai’at pada Imam-Imam dengan sabar, mendengarkan dan taat selagi ijma’/ijtihadnya tidak dalam kemaksiatan.

WAJIBNYA MENETAPI JAMA’AH
Setelah mengetahui makna Al-Jama’ah sesuai pendapat dari Ulama Salaf diatas maka sudah terang kita sebagai umat muslim wajib menetapi Al-Jama’ah sesuai sabda-sabda Nabi berikut ini:

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:


أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ


“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasaroh) berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah Al-Jama’ah” HR. Abu Daud 4597, Dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


عليكم بالجماعة ، وإياكم والفرقة ، فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد .من أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة .ن سرته حسنته وساءته سيئته فذلكم المؤمن


“Berpeganglah pada Al-Jama’ah dan tinggalkan firqah (perpecahan). Karena setan itu bersama orang yang bersendirian dan setan akan berada lebih jauh jika orang tersebut berdua (berjama’ah). Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada Al-Jama’ah. Barangsiapa merasa senang bisa melakukan amal kebajikan dan bersusah hati manakala berbuat maksiat maka itulah seorang mu’min” HR. Tirmidzi no.2165, Ia berkata: “Hasan shahih gharib dengan sanad ini”

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


ستكون بعدي هنات وهنات، فمن رأيتموه فارق الجماعة، أو يريد أن يفرق أمر أمة محمد كائنا من كان فاقتلوه ؛ فإن يد الله مع الجماعة، و إن الشيطان مع من فارق الجماعة يركض


“Sepeninggalku akan ada huru-hara yang terjadi terus-menerus. Jika diantara kalian melihat orang yang memecah belah Jama’ah atau menginginkan perpecahan dalam urusan umatku bagaimana pun bentuknya, maka perangilah ia. Karena tangan Allah itu berada pada Jama’ah. Karena setan itu berlari bersama orang yang hendak memecah belah Jama’ah” HR. As Suyuthi dalam Al Jami’ Ash Shaghir 4672, dishahihkan Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shahih 3621

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


من رأى من أميره شيئا يكرهه فليصبر عليه فإنه من فارق الجماعة شبرا فمات ، إلا مات ميتة جاهلية


“Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak ia sukai dari pemimpinnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Jama’ah sejengkal saja lalu mati, ia mati sebagai bangkai Jahiliah” HR. Bukhari no.7054,7143, Muslim no.1848, 1849

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


والذي لا إله غيره ! لا يحل دم رجل مسلم يشهد أن لا إله إلا الله ، وأني رسول الله ، إلا ثلاثة نفر : التارك الإسلام ، المفارق للجماعة أو الجماعة ( شك فيه أحمد ) . والثيب الزاني.والنفس بالنفس


“Demi Allah, darah seorang yang bersyahadat tidaklah halal kecuali karena tiga sebab: keluar dari Islam atau keluar dari Jama’ah, orang tua yang berzina dan membunuh” HR. Muslim no.1676

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


من مات مفارقا للجماعة فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه


“Barangsiapa yang mati dalam keadaan memisahkan diri dari Jama’ah, maka ia telah melepaskan tali Islam dari lehernya” HR Bukhari dalam Tarikh Al Kabir 1/325. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 6410


Foot Note:
----------------------------------------------
[1] Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah, 3/157
[2] Dinukil dari Ighatsatul Lahfan Min Mashayid Asy Syaithan, 1/70
[3] Fathul Baari, 13/37. “Al-Jama’ah adalah orang-orang yang berada dalam ketaatan, mereka berkumpul dalam kepemimpinan (Imam yang di bai’at). Barangsiapa yang mengingkari baiat terhadap Imam, maka ia telah keluar dari Al-Jama’ah”
[4] Al I’tisham 2/260-265, dinukil dari Fatwa Lajnah Ad Daimah 76/276
[5] Faidul Qadhir, 4/99. “Ketika Jama’ah telah bobrok maka hendaknya engkau berpegang pada pemahaman orang terdahulu (para Salaf) walaupun engkau sendirian (setelah sudah berusaha mencari Jama’ah lalu tidak bertemu dengan Jama’ah), maka ketika itu engkaulah Jama’ah” Diperkuat dari hadits Hudzaifah

0 komentar

Posting Komentar