www.salafy-indon-kw13.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 07 Maret 2012

Sejak Dulu Imam Itu Maknanya Penguasa ?

Benarkah Imam itu maknanya Penguasa (Presiden -pen) ?

Seperti yang diterangkan dalam BLOG para Salafy Indon KW13 ?

Ahlussunnah Wal Jama'ah menjawab segala kesalahkaprahan Salafy Indon KW13 dalam hal makna Khalifah, Wali, Sulthon, Amir atau Imam sesuai pemahaman Shalafush Shalih.

Yang dimaksud Khalifah, Wali, Sulthon, Amir atau Imam dalam hadits-hadits, kaum muslimin sejak dahulu telah ma’lum bahwa maknanya satu yaitu Penguasa. Bukan Penguasa Negara atau Kepala Negara atau Presiden disuatu Negara, karena ketika kalian memahami makna Penguasa itu adalah Presiden maka sesatlah kefahaman kalian seperti sesatnya pemahaman Salafy Indon KW13.



Khalifah, Wali, Sulthon, Amir atau Imam adalah penguasa yang wajib di taati dan kepada merekalah kita diperintahkan untuk taat kepada perintah (Ijtihad -pen) mereka selagi tidak maksiat. Karena mentaati mereka berarti kita taat pada RosulNya dan jika taat pada RosulNya berarti kita taat Alloh, seperti dalam sabda beliau:

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ يُونُسَ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي

Telah menceritakan kepada kami Abdan telah mengabarkan kepada kami Abdullah dari Yunus dari Al Karmani telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman, ia mendengar Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang mentaatiku berarti ia mentaati Allah, sebaliknya barangsiapa membangkang terhadapku, ia membangkang Allah, dan barangsiapa mentaatiku amirku berarti ia mentaatiku, dan barangsiapa membangkang amirku, berarti ia membangkang terhadapku." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Lalu dalam sabda beliau lewat jalur lain:

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِزَامِيُّ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ يَعْصِنِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي و حَدَّثَنِيهِ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَلَمْ يَذْكُرْ وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Al Mughirah bin Abdurrahman Al Hizami dari Abu Az Zannad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barang siapa mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, dan barangsiapa bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa metaati seorang pemimpin (Amirku -pen) sungguh dia telah mentaatiku, dan siapa saja bermaksiat kepada seorang pemimpin (Amirku -pen) maka dia telah bermaksiat kepadaku". Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Uyainah dari Abu Az Zinad dengan isnad ini, namun dia tidak menyebutkan, "Barangsiapa bermaksiat kepada seorang pemimpin (Amirku -pen)". Diriwayatkan oleh Imam Muslim

Ahlussunnah Wal Jama'ah sekali lagi menegaskan bahwa makna Khalifah, Wali, Sulthon, Amir atau Imam berarti atau bermakna Pemimpin Umat Islam atau Amirul Mukminin.

Baiklah kami akan menjelaskan defenisi Amirul Mukminin dan Penguasa (Presiden -pen):

Penguasa (Presiden -pen) adalah kepala negara dalam suatu negara yang sah dan menjabat selama 5 tahun, sedangkan
Amirul Mukminin adalah suatu gelar atau sebutan bagi pemimpin umat Islam (khusus muslimin wal muslimat -pen) yang masa jabatannya seumur hidup yang telah dicontohkan pada para Sahabat Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.

Benarkah Penguasa (Presiden -pen) adalah pemimpinnya umat Islam?
Tentu saja bukan, karena Presiden (khususnya di NKRI -pen) tidak tahu menahu masalah kefahaman agama.
Perhatikan sabda beliau:

عندما قدمت القضية على غير الخبراء: وقت الانتظار (الضرر)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketika perkara diserahkan pada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat (kerusakannya)" Diriwayatkan oleh Imam Bukhari

Dan sabda beliau:

كنت تعرف أفضل في شؤون العالم الذي تعيشون فيه

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kalian lebih tahu dengan urusan dunia kalian" Diriwayatkan oleh Imam Muslim

Dari kedua sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diatas, Ulama Salaf menjelaskan:

الصالح منها العلماء تفسير ذلك لمشاكل قيادة العالم اعطائها للخبراء، ولكن إذا كان غطاء الدين لتسليم المدارس الدينية للأمير المؤمنين

Untuk masalah kepemimpinan dunia serahkanlah pada ahlinya (Presiden -pen) namun jika mencakup masalah agama (kemaslahatan umat Islam -pen) maka serahkanlah bagi yang faham (ahli ilmu -pen) dalam agama yakni kepada Amirul Mukminin.   

Namun demikian sebagai warga negara yang baik seharusnya tetap taat pada peraturan dan undang-undang yang diatur oleh Penguasa (Presiden -pen), sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Latif bin Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullahu (w. 1293 H) dalam Majmu Atur Rasail Wal Masail An-Najdiyah (3/168):
 
وأهل العلم .... متفقون على طاعة من تغلب عليهم في المعروف، يرون نفوذ أحكامه، وصحة إمامته، لا يختلف في ذلك اثنان، ويرون المنع من الخروج عليهم بالسيف وتفريق الأمة، وإن كان الأئمة فسقة ما لم يروا كفراً بواحاً
“Dan Ahli Ilmu (ulama) … telah sepakat untuk taat dalam kebaikan kepada orang yang menguasainya, melaksanakan undang-undangnya dan menganggap kepemimpinannya itu sah. Tidak ada yang berselisih didalam hal ini. Mereka melarang khuruj (berontak) kepada penguasa tersebut dan juga melarang memecah belah umat (firqah -pen), walaupun penguasa (Presiden -pen) fasik, selagi mereka tidak menampakkan kekufuran yang nyata”. Kalian wajib taat kepadanya.
Dan Rashulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan wajibnya bersabar dan taat kepada Amirul Mukminin (penguasa umat muslim -pen) serta tidak meninggalkan jama'ah dalam sabdanya:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ الْجَعْدِ عَنْ أَبِي رَجَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ يَرْوِيهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin harb telah menceritakan kepada kami Hammad dari Al Ja'd dari Abu Raja' dari Ibnu 'Abbas yang ia riwayatkan, mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; "Siapa yang melihat dari amirnya sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia bersabar, sebab tidaklah seseorang meninggalkan jama'ah (berbaiat dan beramir -pen) sejauh sejengkal, lantas ia meninggal dunia, melainkan ia mati jahiliyah." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Dan sabda beliau:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari 'Ubaidullah Telah menceritakan kepadaku Nafi' dari Abdullah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mendengar dan taat adalah wajib bagi setiap muslim, baik yang ia sukai maupun yang tidak ia sukai, selama ia tidak diperintahkan melakukan kemaksiatan, adapun jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada hak mendengar dan menaati." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari

14 komentar

Abu Hudzaifah 8 Maret 2012 pukul 19.47

MANQULAN HADITS SUNAN AT-TIRMIDZI TENTANG KHALIFAH/AMIRUL MUKMININ

1629- عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ عَلَيْهِ وَلَا طَاعَةَ -قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ وَعِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ وَالْحَكَمِ بْنِ عَمْرٍو الْغِفَارِيِّ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ* رواه الترمذى

Dari ibnu umar, ia berkata, Nabi shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib mendengar dan taat bagi setiap muslim , baik dalam hal yang menyenangkan maupun yang membencikan, selama tidak diperintah dengan kemaksiatan, maka jika diperintah dengan maksiat, maka tidak (wajib) mendengar dan taat".

Berkata abu 'isa at-tirmidzi: Didalam bab ini ada jalur periwayatan dari 'Ali dan Imron bin Husain, dan Hakkam bin Amru al-Ghifari. Dan ini adalah hadits hasan lagi shohih.

----------------------------------------

1629 - قَوْلُهُ : ( السَّمْعُ ) الْأَوْلَى الْأَمْرُ بِإِجَابَةِ أَقْوَالِهِمْ

Perkataan Nabi ( mendengar) haknya perintah adalah dengan mengabulkan ucapan mereka (Khalifah/Amirul Mukminin).( وَالطَّاعَةُ ) لِأَوَامِرِهِمْ وَأَفْعَالِهِمْ( dan toat) pada perintah-perintah dan perbuatan mereka( عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ) أَيْ حَقٌّ وَوَاجِبٌ عَلَيْهِ( atas setiap muslim) yakni hak dan wajib atasnya (muslim)

( فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ) أَيْ فِيمَا وَافَقَ غَرَضَهُ أَوْ خَالَفَهُ

(Di dalam hal yang menyenangkan dan membencikan) yakni, didalam hal yang mencocoki keinginannya atau hal yang menyelisihinya( مَا لَمْ يُؤْمَرْ ) أَيْ الْمُسْلِمُ مِنْ قِبَلِ الْإِمَامِ( selama dia tidak diperintah ) yakni, seorang muslim dari sisi seorang Khalifah/Amirul Mukminin( بِمَعْصِيَةٍ ) أَيْ بِمَعْصِيَةِ اللَّهِ(dengan maksiat) yakni, dengan maksiat kepada Alloh( فَإِنْ أُمِرَ ) بِضَمِّ الْهَمْزَةِ(maka jika ia diperintah) dengan mendhommah hamzah

( فَلَا سَمِعَ عَلَيْهِ وَلَا طَاعَةَ ) تَجِبُ بَلْ يَحْرُمُ إِذْ لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ . وَفِيهِ أَنَّ الْإِمَامَ إِذَا أَمَرَ بِمَنْدُوبٍ أَوْ مُبَاحٍ وَجَبَ.(maka tidak ada mendengar atasnya dan tidak pula ketoatan) kewajiban bahkan haram, oleh kerenanya tidak ada ketoatan kepada mahluk dalam rangka maksiat kepada Alloh. Dan termasuk pengertian ini adalah bahwa seorang imam ketika memerintahkan dengan perkara mandub (sunnah) atau mubah (boleh) maka wajib (hukumnya).

Abu Hudzaifah 8 Maret 2012 pukul 19.48

قَالَ الْمُظْهِرُ : يَعْنِي سَمَاعُ كَلَامِ الْحَاكِمِ وَطَاعَتُهُ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَوَاءٌ أَمَرَهُ بِمَا يُوَافِقُ طَبْعَهُ أَوْ لَمْ يُوَافِقْهُ بِشَرْطِ أَنْ لَا يَأْمُرَهُ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِنْ أَمَرَهُ بِهَا فَلَا تَجُوزُ طَاعَتُهُ ، وَلَكِنْ لَا يَجُوزُ لَهُ مُحَارَبَةُ الْإِمَامِ .

Berkata Al-Mudzhir: MAKSUDNYA ADALAH MENDENGARKAN UCAPAN KHALIFAH/AMIRUL MUKMININ DAN MENTOATINYA ADALAH WAJIB BAGI SETIAP MUSLIM, kedudukannya sama, amir perintah kepadanya dengan hal yang mencocoki kemauannya (muslim) ataupun tidak, dengan syarat bahwa amir tidak perintah dengan maksiat, jika amir memerintah maksiat kepadanya maka tidak boleh mentaatnya, akan tetapi tidak boleh bagi seorang muslim memeranginya

وَقَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ : قَالَ جَمَاهِيرُ أَهْلِ السُّنَّةِ مِنْ الْفُقَهَاءِ وَالْمُحَدِّثِينَ وَالْمُتَكَلِّمِينَ : لَا يَنْعَزِلُ الْإِمَامُ بِالْفِسْقِ وَالظُّلْمِ وَتَعْطِيلِ الْحُقُوقِ وَلَا يُخْلَعُ وَلَا يَجُوزُ الْخُرُوجُ عَلَيْهِ لِذَلِكَ ، بَلْ يَجِبُ وَعْظُهُ وَتَخْوِيفُهُ ، لِلْأَحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي ذَلِكَ .

Dan berkata Imam an-Nawawi didalam syarah muslim: berkata jumhur ahli sunnah dari kalangan ahli fiqih, ahli hadits dan ahli kalam: tidak boleh memisahi Amirul Mukminin karena sebab kefasikan, kedholiman, menghilangkan hak-hak, dan tidak boleh dicabut keamirannya, dan tidak boleh keluar darinya karena sebab-sebab tadi, bahkan wajib menashihatinya dan memberikan kabar takut padanya, berdasarkan hadits-hadits yang datang tentang masalah ini.

قَالَ الْقَاضِي : وَقَدْ اِدَّعَى أَبُو بَكْرِ بْنُ مُجَاهِدٍ فِي هَذَا الْإِجْمَاعَ وَقَدْ رَدَّ عَلَيْهِ بَعْضُهُمْ هَذَا بِقِيَامِ الْحَسَنِ وَابْنِ الزُّبَيْرِ وَأَهْلِ الْمَدِينَةِ عَلَى بَنِي أُمَيَّةَ وَبِقِيَامِ جَمَاعَةٍ عَظِيمَةٍ مِنْ التَّابِعِينَ وَالصَّدْرِ الْأَوَّلِ عَلَى الْحَجَّاجِ مَعَ اِبْنِ الْأَشْعَثِ ، وَتَأَوَّلَ هَذَا الْقَائِلُ قَوْلَهُ : أَنْ لَا تُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ فِي أَئِمَّةِ الْعَدْلِ ، وَحُجَّةُ الْجُمْهُورِ أَنَّ قِيَامَهُمْ عَلَى الْحَجَّاجِ لَيْسَ بِمُجَرَّدِ الْفِسْقِ بَلْ لِمَا غَيَّرَ مِنْ الشَّرْعِ وَظَاهَرَ مِنْ الْكُفْرَ . قَالَ الْقَاضِي : وَقِيلَ إِنَّ هَذَا الْخِلَافَ كَانَ أَوَّلًا ، ثُمَّ حَصَلَ الْإِجْمَاعُ عَلَى مَنْعِ الْخُرُوجِ عَلَيْهِمْ اِنْتَهَى .

Berkata al-Qodhi : dan Abu Bakar bin Mujahid mendatangkan masalah ini sebagai ijma', dan sebagian mereka menolaknya dengan dasar bangkitnya (menentang) Hasan bin 'Ali dan Ibnu Zubair serta ahli madinah kepada bani ummayah, dan dengan dasar bangkitnya jama'ah yang besar dari kalangan tabi'in dan kalangan sahabat memerangi Hajjaj bin Yusuf as-Syaqofi dibawah kepeimimpinan Ibnu Asy'ats, dan orang yang menafsirkan peristiwa ini dengan berkata: bahwa tidak boleh mencabut perkara pada ahlinya didalam hal AMIR yang adil, DAN JUMHUR ULAMA BERHUJJAH BAHWA BANGKITNYA MEREKA MENENTANG HAJJAJ BUKAN KARENA MURNI KEFASIKAN, BAHKAN DIKARENAKAN SEBAB IA TELAH MERUBAH SYARI'AT DAN MENAMPAKKAN KEKAFIRAN. AL-QHODHI BERKATA: SESUNGGUHNYA PERBEDAAN PENDAPAT INI TERJADI DIMASA AWAL, KEMUDIAN MENGHASILKAN KESEPAKATAN UNTUK MENAHAN DIRI MEMERANGI MEREKA (KHALIFAH/AMIRUL MUKMININ), SEKIAN

Abu Hudzaifah 8 Maret 2012 pukul 19.49

قَوْلُهُ : ( وَفِي الْبَابِ عَنْ عَلِيٍّ وَعِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ وَالْحَكَمِ بْنِ عَمْرٍو الْغِفَارِيِّ ) أَمَّا حَدِيثُ عَلِيٍّ فَأَخْرَجَهُ الشَّيْخَانِ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ . وَأَمَّا حَدِيثُ عِمْرَانَ بْنِ حصين وَالْحَكَمِ بْنِ عَمْرٍو الْغِفَارِيِّ فَأَخْرَجَهُ الْبَزَّارُ . قَالَ الْحَافِظُ فِي الْفَتْحِ : وَعِنْدَ الْبَزَّارِ فِي حَدِيثِ عِمْرَانَ بْنِ حصين وَالْحَكَمِ بْنِ عَمْرٍو الْغِفَارِيِّ : لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَسَنَدُهُ قَوِيٌّ اِنْتَهَى .

Ucapan Imam at-Tirmidzi ( dan didalam bab ini juga dari 'Ali dan Imron bin Husain dan hakam bin Amru al-Ghifari ) adapun hadits 'Ali dikeluarkan oleh Bukhori dab Muslim dan Abu Dawud dan Ibnu Majah, hadits Imron bin Husain dan Hakam bin Amru al-Ghifai dikeluarkan oleh al-Bazzar, Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqolani berkata: dan didalam kitab al-Bazzar tenatng haditsnya Imron bin Husain dan Hakam bin Amru al-Ghifari lafadznya: " tidak ada keto'atan didalam hal maksiat kepada Alloh" dan sanadnya kuat,... sekian.

قَوْلُهُ : ( هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالشَّيْخَانِ وَأَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ ، كَذَا فِي الْجَامِعِ الصَّغِيرِ .

Ucapan Imam at-Tirmidzi: ( ini adalah hadits hasan lagi shohih ) telah dikeluarkan oleh Ahmad, as-Syaikhoni (Bukhori dan Muslim), Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah, juga tercantum dikitab Jami'u Shoghir.

Tuhfatu al-Ahwadzi syarah Sunan at-Timidzi juz 5 halaman 365

Abu Hudzaifah 8 Maret 2012 pukul 19.50

Sofyan Chalid Ruray : Ulama telah sepakat (ijma’) haram hukumnya memberontak kepada penguasa umat muslim (Khalifah/Amirul Mukminin), baik amir yang adil dan bertakwa, maupun yang zhalim dan fasik (pelaku dosa besar), selama dosa tersebut bukan kekafiran yang nyata.

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah telah menukil ijma’ ulama ini, beliau berkata, "Adapun memberontak dan memerangi para penguasa umat muslim, hukumnya haram berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, meskipun para pemimpin ini fasik dan zhalim. Telah jelas hadits-hadits dalam permasalahan ini. Ahlus Sunnah Wal Jama'ah telah ijma’ bahwa seorang penguasa umat muslim tidak boleh dilengserkan karena suatu dosa besar (kefasikan) yang dilakukannya. Adapun satu pendapat yang disebutkan dalam buku-buku fiqih karya para sahabat kami (Syafi’iyyah) bahwa penguasa umat muslim yang melakukan dosa besar itu boleh untuk dilengserkan dan juga diambil dari pendapat Mu’tazilah, maka pendapat itu merupakan kesalahan pribadi (bukan madzhab Syafi’i) dan menyelisihi kesepakatan (ijma’ ulama). Para Ulama menjelaskan, sebab (hikmah) tidak bolehnya ia (penguasa umat muslim yang zhalim) dilengserkan dan haramnya pemberontakan terhadapnya adalah akibat yang mungkin ditimbulkan, yaitu terjadinya berbagai macam fitnah (problema), tertumpahnya darah dan rusaknya hubungan. Kerusakan yang ditimbulkan dalam melengserkannya lebih banyak daripada tetapnya ia sebagai penguasa umat muslim.” [Lihat Syarah Muslim, (12/229)]

Abu Hudzaifah 8 Maret 2012 pukul 19.52

AI-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga menukil ijma' dari Ibnu Batthal rahimahullah, ia berkata, "Para fuqaha telah sepakat wajibnya taat kepada pemerintah (penguasa umat muslim) yang berkuasa, berjihad bersamanya, dan bahwa ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak.” (Fathul Bari, 13/7).

Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah menjelaskan diantara prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:

ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة

"Kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin (Khalifah/Amirul Mukminin) dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zhalim. Kami tidak mendo'akan kejelekan bagi mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Kami do'akan mereka dengan kebaikan dan keselamatan." [Lihat Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, oleh Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Al-Hanafi -rahimahullah-]

Abu Hudzaifah 8 Maret 2012 pukul 19.53

Pembaca yang budiman, jika prinsip (ushul) Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengharamkan pemberontakan meskipun kepada pemimpin (Khalifah/Amirul Mukminin) yang zhalim dan fasik, maka sebaliknya prinsip ahlul bid’ah seperti Khawarij mendukung pemberontakan.

Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullah berkata, “Adapun mengangkat pedang (untuk memberontak kepada penguasa umat muslim yang zhalim) maka khawarij berpendapat dan berprinsip demikian, hanya saja salah satu sekte Khawarij tidak memandang perlawanan rakyat (kepada penguasa umat muslim yang zhalim) dengan pedang saja, akan tetapi mereka memandang untuk melengserkan para penguasa umat muslim yang zhalim dan mencegah mereka dari tampuk kekuasaan dengan cara apa saja yang mereka bisa, baik dengan pedang ataupun dengan selain pedang.” [Lihat Maqolatul Islamiyin, (1/125)]

Anonim

alhamdulillah, telah jelaslah dengan referensi yang telah dipaparkan sdr Abu Hudzaifah mempertegas bahwa menetapi QUR AN HADITS JAMAAH itu adalah sebenar-benarnya al haq.

Anonim

alhamdulillah. memang dalam agama harus ada yang mengatur (amir) agar rukyahnya tidak melenceng dari perkara allah dan rasul. adapun imam hanya mengulang /mengingatkan kepada jamaahnya agar tidak keluar dari perintah allah dan rasul.

Anonim

pak amal soleh, ketika menjelaskan hadist, alquran,supaya diberikan wawasan keislaman kepada mubaligh/mubalighoh.agar memperkuat keimanan.dan tidak terpengaruh salafy indon. jaza kallahu khoiron katsiron

mahfudz 10 Desember 2012 pukul 00.26

izin share ust.

mahfudz ubaidillah rochman 10 Desember 2012 pukul 00.28

Penjelasan di atas akan ana abadikan di salah satu group di fb.
jaza kumullahu khoiro atas pemaparannya.!!

wong ndeso 20 Oktober 2013 pukul 23.08

lanjutkan,,,
jihadmu,,,,

amir 13 Desember 2013 pukul 19.29

saya bersyukur dengan semakin gencarnya Abu hudzaifah berdakwah, justru jamaah semakin tambah, semakin rukun, dan tambah faham karena yang afkiran di ayak dan tinggal yang militan , lanjutkan

eilenedabrowski 3 Maret 2022 pukul 12.00

Casino, Hotel, and RV Park Map - Las Vegas, NV
A map showing 의정부 출장마사지 casinos and other gaming facilities located in Las Vegas, NV. 익산 출장마사지 Hotels 전주 출장안마 with large 삼척 출장안마 casino floors or 양산 출장샵 hotels with very low rates.

Posting Komentar